Friday, March 30, 2007

In The Middle of Chances or Nothing (bagian 1)

When the path is never clear

While the opportunities are speaking differently

Should I change the direction then?


Kelulusan sarjana saya di Teknik Planologi ITB (atau sekarang lebih dikenal dengan nama Perencanaan Wilayah dan Kota) sudah terjadi setahun yang lalu. Dari awal masuk sampai lulus, inti dari kuliah di sini seperti tumpukan Big Mac yang dimakan sekaligus tanpa ada jeda untuk memahai keterkaitan komponen-komponen di dalamnya. Yang saya pahami, Teknik Planologi dan Teknik Industri adalah dua jurusan di ITB yang multisciences, global, dan tidak spesifik tetapi menjadi soft-leader bagi beberapa jurusan dibawahnya. Bedanya, Teknik Planologi menjadi soft-leader government-public (SL-GP) dan Teknik Industri menjadi soft-leader industry-private (SL-IP).

Dalam sebuah dialog: “Sok tahu Luh, emang pernah kuliah di TI (Teknik Industri)?”. Kata saya: “Emangnya loe tahu gitu, loe juga sok tahu tentang gue. Yang penting gaul dan analitik dong. Gini-gini juga gue dulu ga jadi masuk TI gara-gara kata orang ga jelas, ternyata PL (Teknik Planologi) juga ga jelas. Jadi jelas tahu dong sekarang kenapa ketidakjelasan ini sebenarnya dimaksudkan untuk memberikan kejelasan terselebung. Nah itu dia, makanya gue bikin istilah SL-GP dan SL-IP.” Dialog yang ngaco dan kesimpulan yang filosofis. Tetapi intinya adalah ketidakjelasan (atau lebih tepatnya ketidakspesifikan) ternyata memberikan makna bahwa keluasan ilmu itu untuk mengatur ilmu-ilmu lain yang lebih detail.

Meski istilah (SL-GP dan SL-IP) itu tidak sepenuhnya mewakili, tetapi saya pikir sangat berguna untuk lebih memudahkan mendapatkan koinsidensi yang paling enak. Koinsidensi, apaan tuh? Yah artinya kira-kira persamaan. Bagi saya, berkutat di dunia perencanaan wilayah dan kota, secara keilmuan, sangat menantang. Untuk dunia teknik industri, saat ini saya masih angkat tangan karena saya tidak memahami seluruhnya, hanya sebagian kecil dan sisanya saya anggap ceteris paribus.

Dunia perencanaan wilayah dan kota yang sudah malang melintang dari zaman dahulu, baru mendapat tempat secara akademis di Indonesia pada 14 September 1959 ketika jurusan ini dibuka pertama kali sebagai pecahan jurusan Teknik Arsitektur dan Teknik Sipil ITB, bernama Bagian Planologi. Kebutuhan akan jurusan ini adalah untuk mempercepat pembangunan Indonesia secara lebih terarah dan terencana.

Hasilnya? Bisa kita lihat sendiri. Mau protes silakan, mau dukung silakan. Yang pasti dalam negara ini, kajian keilmuan positif (scientific matters) seringkali tidak bisa diterapkan dengan serta-merta. Perlu melalui proses politik dagang sapi untuk menghasilkan kebijakan yang mengakomodir.kepentingan-kepentingan yang ada. Untuk kasus ini saya setuju dengan Teori Darwin yang menyatakan bahwa semua makhluk hidup harus melalui proses seleksi alam dan yang paling bisa beradaptasilah yang akan tetap survive. Begitulah dengan perencanaan di Indonesia yang harus melewati proses seleksi alam sampai dia dipreteli baru kemudian dieksekusi.

Berbicara perencanaan berarti berbicara hukum asal dan teori normatif. Kata salah satu dosen saya, perencanaan itu tidak bisa didefinisikan karena definisinya selalu berkembang sesuai dengan zaman. Nah itu dia definisi perencanaan yang seperti Voldermort (dalam cerita Harry Potter)-yang tidak boleh disebutkan namanya. What ever lah, yang pasti saya sepakat jika ini hanya berupa definisi dalam konteks dinamis bukan statis. Pada kenyataannya memang perencanaan mengalami perkembangan tergantung pendefinisian orang pada zamannya.

Pada zaman Yunani kuno (Ancient Greek), perencanaan selalu di-identikkan dengan keindahan kota dengan bangunan megah di pusat-pusat pemerintahannya dan adanya central public goods yang berupa taman-taman kota dan tempat hiburan (teater dan musikal). Istilah polis (negara kota) mulai dikenal pada saat ini. Polis adalah sebuah bentuk kota yang juga merupakan sebuah negara. Oleh karena itu, negara-negara tersebut berukuran kecil. Mungkin inilah yang kemudian memberikan inspirasi bagi The United States of America yang lebih menggunakan pengkategorian state (negara bagian) daripada provinsi. Atau mungkin yang lebih dekat lagi, memberikan inspirasi pada DKI Jakarta untuk menjadi sok negara seperti sekarang. Polis yang paling terkenal di zamannya adalah Sparta dan Athena. Tetapi ada dua perbedaan signifikan dalam menjalankan kebijakan negaranya. Sparta menggunakan kebijakan militer dimana setiap laki-laki harus kuat dan menjadi tentara. Minuman wajib bagi para laki-laki Sparta adalah darah babi. Kebijakan negara seperti di Sparta ini tampaknya masih dianut oleh Myanmar (Junta Militer) maupun rezim Bush saat ini yang sangat mengandalkan militer sebagai ekspansi kebijakan negaranya. Berbeda dengan Sparta, Athena lebih mengedepankan intelektualitas. Meskipun pada awalnya sering terjadi perang antarpolis, toh pada akhirnya tercapai sebuah zaman dimana Ancient Greek pernah diakui sebagai peradaban termaju di dunia.

Hal ini berlanjut pada zaman Romawi (Roman Emperor) terutama Romawi Lama-Roma bukan Romawi Baru-Byzantum. Roman Emperor (yang sekarang diplesetkan untuk menjuluki Roman Abramovich-pemilik Chelsea FC) mengalami masa pasang surut. Orang akan banyak mengenang peristiwa dan tokoh elegan pada zaman ini dari Julius Caesar (yang namanya diabdikan untuk proses kelahiran melalui operasi perut), Filipus, dan sebagainya. Tetapi tahukah kita darimana asal nama vespa yang identik dengan model motor? Di zaman kelamnya, Roman Emperor mempunyai seorang kaisar yang tolol bernama Vespasius. Pada zamanya, jalan kota begitu pesing karena orang (laki-laki) boleh buang air (kencing) dimana saja. Karena masyarakat protes akan polusi udara ini, maka si kaisar mencari ide dan terbesitlah ide untuk membuat toilet umum. Toilet umum tersebut disebar di beberapa titik jalan kota dan diwajibkan untuk membayar. Jika kita melihat toilet-toilet umum yang menyebar di kota-kota Indonesia maka kita akan tahu darimana asalnya itu.

Setelah kedua zaman besar tersebut, Eropa mengalami masa paling suram yang dikenal dengan The Darkest Ages. Zaman ini adalah zaman mitos, sience dianggap angin lalu saja peradaban untuk sesaat mati di Eropa. Oleh karena itu, cerita tentang King Richard, Lancelot, dan Merlin si tukang sihir begitu membahana sampai sekarang. Copernicus dan Galilleo pun pernah merasakan pahitnya kematian science. Begitupun dengan perencanaan di Eropa pada zaman The Darkest Ages yang dianggap sebagai angin lalu saja. Basis pusat kota di zaman kegelapan ini adalah dengan ditandai dengan berdirinya benteng. Daerah urban adalah daerah di dalam gerbang, adapun daerah luar benteng adalah daerah rural. Pembagian tegas antara ­urban-rural ini sebenarnya sudah terlihat pada saat Roman Emperor dan pada akhirnya akan menjadi ciri khas penataan ruang kota-kota di Eropa sekarang yang berbasis pada kumpulan wilayah homogen atau yang kemudian lebih dikenal dengan istilah zoning. Meski pada zaman ini, masyarakat Eropa hidup pada kebodohan, ada beberapa kearifan kultur (culture wisdom) yang masih mengakar, salah satunya adalah pola kota dengan konsep zoning.

Pada zaman kegelapan Eropa ini, di belahan dunia yang lain muncullah peradaban Kekhalifan Islam yang lebih detail dalam merencanakan wilayah dan kota….

Bersambung



Thursday, March 29, 2007

The Missing Radio Channel

Instrumen lembut Kitaro yang senantiasa hadir pukul 23.00 WIB ke atas mengantar saya tidur pulas sambil merenung, mendengar segala kisah manusia yang tercurah dalam channel ini. Sambil terkadang berpikir sendiri, jika saya seperti dia, apa yang akan saya lakukan. The rhythm spread into my silent mind while resting from all day-long activities. Stretching the rigid bones when the night-reflection speaker soften his voice.

From the end of third grade until the end of my study at ITB, I had been listening to this channel which became a friend whom I never spoke to. All those days, I still remembered that it gave me courage when I was tired.

Sebuah channel radio yang menemani malam panjang saya dari mengerjakan tugas kuliah yang tiada hentinya menyapa dan aktivitas kampus yang tidak pernah tak padat. Memberikan inspirasi saat ide sudah kosong dan menjernihkan pikiran saat suntuk datang.

Melayani pagi saya dengan kajian-kajian cerdasnya sambil jari-jari mengetik Tugas Akhir yang kejar tayang. Atau sekedar mendengar semangat orang-orang tua yang ingin bacaan dan hafalan Qurannya didengar oleh seorang ustdaz.

Sebuah channel radio di Bandung yang dimulai sesaat setelah adzan subuh hinggal pukul 24.00 WIB, yang bagi sebagian kalangan kehadirannya mampu memberikan warna tersendiri. Entah bagaimana nasibnya kini pasca poligami sang inisiator (Aa Gym) karena masyarakat masih senang bergunjing daripada mengambil inti persoalan dan kebaikan umum.

Bagi warga Bandung dan sekitarnya, MQ FM yang merupakan anak perusahaan dari MQ Coorporation sudah tidak asing lagi. Termasuk saya, apalagi saat-saat akhir tingkat tiga, tingkat empat, hingga akhir tingkat lima semasa kuliah di ITB. Sebenarnya sudah sejak tingkat satu saya mengenalnya namun dengan nama MQ AM (karena belum tersedia pada channel FM).

Itulah channel MQ FM, yang telah ter-default baik di radio saya, meskipun pada akhirnya daya tangkapnya menurun karena antena radio saya secara tidak sengaja saya patahkan pada waktu setengah tersadar dari tidur.

For whom I never forget and always miss. No Bogor radio channels are equal as MQ FM.

Friday, March 23, 2007

Allah is Always There

Seperti manusia biasa, saya mempunyai keinginan untuk menjadi lebih baik, menjalin persahabatan, dan perilaku-perilaku manusiawi lainya.

Entah mengapa, pikiran ini baru menyantol dipikiran saya; entah karena daya jelajahnya yang sudah semakin baik atau perkembangannya yang memang belum begitu cepat sehingga saya baru mengerti. Yang pasti saya baru menyadari bahwa dalam hidup ini manusia itu butuh pendukung; dan manusia itu termasuk saya. Pendukung adalah orang (atau orang-orang) yang selalu ada disamping kita termasuk pada saat-saat dimana kita ingin merealisasikan keinginan, merayakan kebahagian, ataupun berbagi kesedihan.

Akhir-akhir ini, saya terlalu banyak mendengar banyak janji; saya pun mempunyai pengharapan yang sangat besar pada mereka. Pada akhirnya, pengharapan tersebut bertepuk sebelah tangan. Saya pun baru sadar bahwa berharap lebih pada orang lain bukan tindakan rasional karena akan berujung pada kekecewaan. Setiap orang mempunyai kesibukannya masing-masing yang lambat laun akan membuat prioritas-prioritasnya yang paling rendah akan terlupakan, termasuk jika anda atau saya menjadi prioritas terakhir mereka. Entah itu kesibukan kerja, bisnis, organisasi, atau sekedar sok sibuk.

Jika lingkungan terdekat saya atau mungkin anda tidak mendukung, rasanya pundak terasa lemas tanpa sandaran. Padahal yang semestinya didukung adalah hal yang tidak rumit, baik, dan tidak melanggar syariat apapun. Yang didapat dari lingkungan tersebut adalah sikap steorotip yang berlebihan, mengangkat kasus kegagalan, bahkan sentimen kedaerahan; kesemuanya minim ruang diskusi kekeluargaan.

Rasanya memang Allah tempat mengadu yang paling baik, melampiaskannya pada lantunan desir ayat-ayat-Nya, shalat malamnya, dan tafakur yang panjang seraya berharap: “Ya Allah, jika aku masih hidup, jadikanlah aku orang yang optimis dan selalu berbuat kebaikan tanpa melihat pandangan miring orang-orang seperti layaknya cerita Lukman Al-Hakim bersama anaknya dan seekor keledai. Ya Allah, jika pundakku masih bergetar karena tidak ada tempat bersandar yang dekat, berikan aku seseorang yang menjadi sandaran. Ya Allah, berikanlah pahala yang tidak terhingga pada orang-orang yang selama ini telah mendukungku dalam kebaikan dan kesabaran.”