Monday, April 09, 2007

In The Middle of Chances or Nothing (bagian 3)

Sepertinya, bagian ini (3) akan menjadi bagian yang terakhir. Bukan karena kehabisan bahan, hanya tampaknya pemintaannya tidak terlalu banyak. Kata orang marketing, niche (ceruk pasar)-nya sedikit. Tapi itu analisis saya sesuai dengan hukum supply-demand. But unless, semoga ceritanya yang terbagi dalam 3 seri ini menjadi rangkaian yang tetap persuasif, provoatif, dan argumentatif. Bagian ini cukup rumit karena mengandung banyak data dan nama. Bagi Anda yang jerawatan, harap hati-hati.

Oke, sekarang masuk zaman revolusi industri yang dimulai di United Kindom (UK). Sebagai catatan, Revolusi Industri (RI) terdiri dari RI I dan RI II. Bapak Industrialisasi Amerika adalah Samuel Slater yang merupakan kelahiran UK dan pernah bekerja pada Richard Arkwright (tokoh besar RI UK). Meskipun UK merupakan negara yang memulai RI, ternyata Amerika Serikat (AS) adalah negara yang paling cepat meniru dan memodifikasi. Persis seperti yang dikatakan oleh Tung Desem Waringin: ”lihat, tiru, modifikasi.”

Semua dimulai tahun 1800-an ketika penemuan-penemuan akbar mulai mengguncang dunia. Harvard, Cambridge, Oxford University (sudah ada sejak tahun 1600-an) sudah menjadi centre of excellence dunia dan semakin memperkokoh RI. Kedua negara ini merupakan negara yang mempunyai kelas engineering tersendiri yang semakin lama semakin dahsyat. Sebagai tambahan, pada zaman ini hidup juga Napoleon Bonaparte yang mempunyai ambisi yang sangat besar karena leadership dan kecerdasan luar biasa yang dimilikinya.

Persaingan engineering UK dan AS tidak dapat dielakkan lagi. Meskipun mereka saudara kandung, keangkuhan kebijakan kerajaan UK pada warga sipil di AS menjadi motivasi lebih bagi warga AS untuk berbuat lebih baik (puncaknya terjadi pada perang sipil AS-tentara UK). AS menjadi semakin digdaya setelah wilayahnya menjadi lebih besar dua kali setelah membeli sebagian tanah ‘Perancis’ di Amerika Utara bagian Timur dari Napoleon (Napoleon pada waktu itu sedang butuh uang untuk menjalankan kebijakan ekspansif Perancis). Wilayah AS kemudian bertambah pesat lagi setelah merebut tanah Mexico di bagian Barat Amerika Utara setelah melalui peperangan sengit AS-Mexico. Momen inilah yang akhirnya membuat AS mempunyai potensi keunggulan (comparative advantages) lebih besar dari UK. Dan...seperti kita akui bersama, dari momen itulah sampai sekarang AS has been building its legitimacy as the most superpower country on earth.

RI II dimulai di medio 1980-an dengan ditemukannya metal baja yang jauh lebih murah dan efisien. Kemudian diikuti oleh penemuan-penemuan luar biasa lainnya seperti telepon (Alexander G. Bell) dan setumpuk penemuan penting oleh seorang Swedish-blooded Yankee Thomas Alva Edison dengan kredo-nya yang sangat terkenal: “jenius adalah 1 persen ide hebat, 99 persen kerja keras”. Pada saatnya nanti Edison mendirikan General Electric (GE) yang sekarang menjadi perusahaan paling untung di dunia dan telah melahirkan the best CEO in the 20th century, Jack Welch, seorang Irish-blooded Yankee yang merupakan seorang chemical engineer. Sebagai catatan, brand yang paling dikenal di AS saat ini adalah Sony (brand Jepang) dan bukannya Coca Cola (peringkat 2). Pada RI II ini, UK sebagai pesaing AS mulai mundur secara bertahap. Kualitas pribadi orang-orang besar AS sangat hebat. Mereka tidak segan-segan menularkan ilmunya kepada warga AS lainnya. Inilah yang membuat knowledge spreading di AS berjalan semakin cepat. Edison sendiri pernah membantu seorang bocah yang bernama Henry Ford yang pada saatnya nanti akan menghasilkan perusahaan mobil Ford yang sempat menggemparkan dunia otomotif dunia sebelum dikalahkan oleh Toyota.

Di zaman itu pula, bisnis mulai mendapat perhatian serius dan orang-orang sangat kaya dari bisnis mulai bermunculan (Andrew Carnegie, John D. Rockefeller, Henry Ford, dll). Percampuran engineering dan bisnis tampak semakin menjadi 2 sisi mata koin alias dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Seorang teman saya, katakanlah namanya Lucky (ini nama sebenarnya =p), berkata bahwa Frederick Taylor (atau lebih tepatnya Frederick Winslow Taylor) adalah Bapak Pendiri Teknik Industri (TI) atau bisa juga sebagai Bapak Ilmu Manajemen Modern. Mana yang benar? Kedua-duanya benar, namun definisi ini harus diruntut lebih historis dan setelah melalui peruntutan historis yang lebih benar adalah tetap kedua-duanya. Sejumlah alasannya akan saya ungkapkan disini juga, sekarang juga, dan gratis!

Seperti sudah diutarakan secara berbusa-busa pada cerita sebelumnya bahwa pada zaman RI, engineering berkembang begitu pesat. Pada zaman itu, engineers berlomba-lomba untuk menghasilkan produknya. Tahap ini belum cukup karena para engineers juga butuh pemasukan agar bisa tetap mendapat segepok roti (bukan sesuap nasi). Oleh karena itu, para engineers mematenkan produknya (zaman itu juga merupakan zaman paten-mematen). Setelah produknya dipatenkan maka siapapun yang ingin menggunakan dan mengembangkannya harus membayar royalti. Disitulah mulai timbul hubungan simbiosis-mutualisme dimana engineers menjadi kaya dengan dikembangkannya produk-produknya. Perusahaan memanfaatkan uangnya untuk memproduksi produk-produk yang tepat guna yang dinantinya akan dibeli oleh publik.

Perusahaan-perusahaan ini mengalami sebuah tantangan untuk bisa memproduksi produk-produk engineering dengan biaya yang termurah, sumberdaya yang terefisien, dan keuntungan yang aduhai. Ingat, pada saat ini belum dikenal ilmu bisnis yang rumit. Artinya dalam sebuah perusahaan (industry), produk-produk engineering itu pun harus diproduksi secara ter-engineered. Dan yang mengerti masalah meng-engineering-kan produksi produk-produk engineering adalah engineers sehingga peran engineers sangat besar. Engineers mesin, kimia, fisika, metalurgi semuanya bercampur dalam industry untuk memperoleh produk-produk engineering sesuai standar baku.

Pada intinya, perlu ada efisiensi dalam memproduksi produk-produk tersebut yang dikenal dengan industrial efficiency. Industrial efficiency ini dibutuhkan agar semua biaya bisa diminimalkan dengan kualitas produk tetap nomor satu. Istilah industrial efficiency inilah yang kemudian dikenalkan Frederick Winslow Taylor kepada dunia perindustrian AS. Karena konsepnya lebih kepada manajemen maka disebutlah dia sebagai Bapak Ilmu Manajemen (bukan modern). Meskipun demikian, dalam konteks zaman itu, ilmu manajemen masih berkutat pada industry dan engineering (industrial efficiency) sehingga timbullah mazhab engineering baru yang dinamakan industrial engineering (TI) yaitu engineering yang berkonsentrasi pada pengembangan, pembaruan, penerapan, dan evaluasi sistem yang teringrasi antara masyarakat, ilmu pengetahuan, peralatan, energi, material, dan proses. Inilah awal mula TI yang dibutuhkan mengingat keterbatasan kemampunan engineers lain (metalurgi, fisika, kimia, mesin) dalam industrial efficiency. Oleh karena itu, TI memang diciptakan untuk mengatur engineers yang lain dan dengan konteks zaman itu, sangat erat kaitannya dengan engineering. Dengan demikian, selain sebagai Bapak Ilmu Manajemen, Frederick Winslow Taylor juga dikenal sebagai Bapak Pendiri Teknik Industri Bagaimana dengan zaman sekarang, apakah tetap seperti yang dulu? Bagaimana pula manajemen zaman sekarang?

Saya mengambil contoh perkuliahan TI di University of Texas A&M yang mendefinisikan engineers TI sebagai seseorang yang mampu berkonsentrasi pada pengembangan, pembaruan, penerapan, dan evaluasi sistem yang terintegrasi antara masyarakat, ilmu pengetahuan, peralatan, energi, material, dan proses (sama dengan definisi TI di atas). Engineers TI diharapkan mampu menyelesaikan masalah secara kreatif dalam segala bidang termasuk ke-eletronikan, telekomunikasi, transportasi, rumah sakit, pemerintah, dll secara efisien. Ingat kata efisien merupakan kata kunci dimana meskipun TI tidak lagi digunakan dalam konteks engineering tetapi tetap harus efisien. Secara umum kuliah TI di University of Texas A&M memuat sistem (produksi: perencanaan, operasi), kontrol, manusia dan ergonomis, statistik dan riset operasi, dan manajemen TI. Benar-benar khas industrial engineering.

Bagaimana dengan di Indonesia? Saya mengambil contoh TI di ITB karena merupakan TI tertua dan terbaik di Indonesia. TI ITB sendiri merupakan jurusan pecahan dari Teknik Mesin dan mulai berdiri sendiri dengan nama Teknik Indutri pada tahun 1967. Kurikulummnya mengalami perubahan yang terus menerus hingga akhirnya mengalami penyerempetan ke arah manajemen dan bisnis yang dapat dilihat pada kurikulum terbarunya. Dalam mata kuliah wajib dicantumkan kuliah Kewirausahaan dan Pengembangan Bisnis; adapun pada mata kuliah pilihan terutama pada KP Rekayasa Manajemen Manufaktur sudah tidak TI banget seperti Manajemen (SDM, pemasaran, keuangan, dan inovasi), Perancangan e-Bisnis, Sistem Pendukung Keputusan, Teori Kepemimpinan dan Motivasi. Mata kuliah semacam ini sama dengan yang diajarkan di jurusan Manajemen (UI, IPB), Bisnis (Prasetya Mulya BS, Bakrie BS), atau Bisnis Manajemen (SBM ITB). Entah kenapa hal ini terjadi, tampaknya TI memang ditakdirkan untuk tidak pernah lepas dari bisnis dan manajemen. Atau, mungkin inilah strategi untuk menarik TI agar tetap eksis di belantara persaingan ITB Idol yang semakin ketat, atau tanyalah pada rumput yang bergoyang, atau tanya saja langsung ke para dosen dan mahasiswa TI-nya.

Yah itulah TI, yang tetap engineering (menurut kesimpulan saya). Meski, sana-sini penuh modifikasi. Lalu bagaimana dengan manajemen? Manajemen berkembang lebih pesat karena menyentuh semua sektor baik privat maupun publik. Manajemen kontemporer tidak lagi melulu dikaitkan dengan industri tetapi bisa dikaitakan dengan bisnis, leadership, atau sekedar ilmu manajemen umum. Karena keterbatasan permintaan, maka pembahasan tentang manajemen tidak akan saya utarakan saat ini.

Akhirnya, bagi Anda yang baca dari awal sampai akhir dengan tekun dan kasih komen, Anda termasuk orang yang nekat, tetapi Anda beruntung karena cerita ini masih gratis. Bagi Anda yang membaca dengan tergesa-gesa dan tetap kasih komen, Anda termasuk orang yang perhatian. Bagi Anda yang tidak baca sama sekali dan tetap kasih komen, Anda termasuk orang yang cari perhatian. Bagi Anda yang sama sekali tidak baca dan tidak komen, saya tidak bisa komentar apapun.

Tamat




Monday, April 02, 2007

In The Middle of Chances or Nothing (bagian 2)

Pada zaman ini, dimana Eropa sedang diselimuti awan kebodohan, dikenallah peradaban Kekhalifan Islam. Peradaban yang dimulai dengan peradaban di Madinah sampai puncaknya di Bagdad dan Andalusia. Dua peradaban besar (Ancient Greek dan Roman Emperor) sebelumnya mengajarkan beberapa konsep dasar ke-planologian yang diantaranya adalah sistem zoning, public parks, public goods, dan estetika bangunan. Peradaban Kekhalifan Islam mengajarkan konsep-konsep lanjutan yang juga akan berpengaruh pada peradaban sekarang. Konsep good governance (GG) diterapkan pertama kali saat Piagam Madinah. Konsep GG pada intinya bagaimana pemerintah dapat menerapkan prinsip-prinsip GG seperti akuntabilitas, transparasi, partisipasi, dan sebagainya yang berbeda definisinya tergantung lembaga mana yang mendefinisikannya. Dalam Piagam Madinah diterangkan arti pemerintahan dan arti kewarganegaraan secara formal yang dalam pelaksanaanya mentransformasi nilai-nilai Rasulullah Muhammad SAW yang siddiq (jujur, benar), amanah (akuntabel), fathanah (konstruktif), tabligh (komunikatif, kooperatif, koordinatif) yang bermuara pada al-amien (the trusted). Trust adalah komponen utama pembentuk social capital. Musyawarah yang sering dilakukan di zaman itu pada hakikatnya merupakan bentuk demokrasi “rembugan”. Dalam demokrasi model ini maka analisis SWOT dan partispasi publik menjadi saringan utama dalam definisi menuhankan rakyat dalam arti vox populi, vox dae (suara rakyat, suara tuhan). Karena pada intinya suara rakyat akan menjadi suara tuhan jika tidak hanya berdasar pada suara terbanyak, tetapi pada suara terjernih.

Konsep public services juga sudah sangat baik, hal ini ditandai dengan didirikannya beberapa rumah sakit gratis dengan pelayanan terbaik dan terbersih. Pada zaman ini pula dikenallah seseorang yang bernama Ibnu Sina (Avicenna) yang dikenal sebagai Bapak Kedokteran. Jalan-jalan pun tidak ada yang berlubang atau jika memakai istilah sekarang di-hot mix. Begitu pun dengan public places dan public services lainnya yang sangat diperhatikan. Tidak berbeda dengan dua peradaban besar sebelumnya, estetika bangunan juga dipelihara meskipun tidak semegah arsitektur Yunani dan Romawi. Pada peradaban ini juga mulai dikenal dengan beberapa konsep pembiayaan pembangunan yang adil dengan menarik sejenis pajak kepada masyarakat dan mendistribusikannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan, penyediaan public services dan public goods. Dalam zaman itu, ke-planologian tidak hanya berkembang secara fisik tetapi juga non-fisik terutama dalam bidang government dan finance.

Jika kita pernah menonton film Robin Hood: Prince of Thieves (1991) yang dibintangi oleh Kevin Costner, kita akan mengetahui perbandingan peradaban Islam di Andalusia dan Eropa (Inggris) saat The Darkest Ages. Diceritakan, Robin Hood mempunyai teman yang bernama Azeem (diperankan oleh Morgan Freeman) dan pada suatu saat Azeem meminjamkan teropongnya kepada Robin. Saat Robin melihat melalui teropongnya, ia terbelalak kaget karena bisa melihat objek yang jauh menjadi begitu dekat. Itulah salah satu ilustrasi adanya gap peradaban antara Eropa dan Kekhalifan Islam pada zaman itu.

Setelah peradaban Kekhalifan Islam berakhir yang ditandai dengan terebutnya Andalusia dengan cara tidak manusiawi, dimulailah zaman Eropa baru yang dikenal dengan Renaissance. Sebagai catatan, Kekaisaran Romawi Lama yang berpusat di Roma (Italia) dalam pekembangannya tidak mempunyai pengaruh pada Romawi Byzantum (Baru) yang berpusat di Konstantinopel. Setelah keruntuhan Romawi Lama, tidak ada hubungan antara Roma dengan Konstantinopel. Pada zaman The Darkest Ages di Eropa, tanah bekas Romawi Lama disebut sebagai Eropa, adapun Romawi Byzantum (yang hidup sezaman dalam The Darkest Ages) tidak termasuk ke dalam Eropa.

Kebangkitan Renaissance dimulai di kota-kota Italia seperti Venesia, Genoa, dan Florence. Jika kita mengkuti perkembangan sepakbola Italia, ketiga kota tersebut mempunyai klub-klub sepakbola yang bernama AC Venezia, Sampdoria, dan AC Fiorentina. Pernah mendengar Las Vegas? Kota judi yang sangat terkenal. Begitupun dengan Florence yang saat itu menjadi kota judi dunia. Secara ke-planologian, kota-kota berkembang dengan pusat-pusat tertentu. Ada yang berkembang karena sebagai pusat militer, pertambangan, perdagangan, dan bahkan judi. Tetapi tampaknya keruntuhan Florence akibat menjadi pusat judi, bisa menjadi pembelajaran yang berharga bagi pemerintah Indonesia untuk tidak membuat kebijakan bejat dalam melegalkan judi seperti di Batam, Jakarta, Semarang, dan Surabaya. History is not just an accumulation of facts but it is a story to learn and to face for a better future.


Pada akhirnya Italia runtuh, dan digantikan oleh Inggris (United Kingdom). Hal ini sama persis dengan mulai runtuhnya peradaban sepakbola Italian Seri-A yang diikuti dengan semakin bersinarnya English Premier League. Pada zaman ini dikenal istilah gold, gospel, and glory yang menandai dimulainya ekpansi kolonial. Tampaknya Thomas L. Friedman terlambat menerbitkan idenya dalam sebuah buku yang berjudul The World is Flat yang belum lama diluncurkan baru-baru ini. Orang-orang Eropa tampaknya sudah menyadari jika dunia ini memang sudah datar oleh karena itu ekspansi kolonial (termasuk ekonomi) wajib hukumnya.

Apa implikasinya bagi dunia ke-planologian? Secara kewilayahan, Eropa mulai memperbaiki infrastruktur fisik dan sistem ketatanegaraannya. Orang mulai kembali membangun Eropa yang lebih civilized meskipun Eropa tidak pernah akur sampai tahun 1950-an. Kebijakan kolonialisme yang menguntungkan Eropa tentunya mempercepat pembangunan di Eropa dan menggrogoti pembangunan di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia.

Di saat-saat kolonialisme inilah muncul definisi core-periphery global. Definisi ini menjelaskan bahwa ada daerah core yang berarti pusat dan periphery yang berarti daerah pinggiran. Dalam teori umum, periphery adalah daerah pendukung core. Tetapi pada kenyataannya, core malah menghisap periphery sehingga terjadi ketimpangan luar biasa. Dalam konteks global core tersebut adalah negara-negara kolonial Eropa, dan periphery-nya adalah negara-negara di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia. Ternyata konsep ini terbawa ke Indonesia dimana Jakarta telah menjadi main core; Surabaya menjadi second core. Hal yang sangat berbahaya yang pada akhirnya menyebabkan ketimpangan yang kita bisa lihat sekarang ini. Jadi bukan hanya salah mereka (baca: rakyat Aceh dan Papua), jika Aceh dan Papua merasa harus merdeka.

Pada rentang tahun 1700-an sampai sekaranglah perencanaan di Eropa mulai mentransformasi diri. Definisi perencanaan mulai mengalami perubahan secara ilmiah. Pada awalnya Eropa menganut perencanaan artistitk yang diperlihatkan dengan bangunan-bangunan yang khas kuno (masih terlihat sampai sekarang). Kemudian timbul mazhab baru yang mengatakan bahwa tidak penting artistik, yang terpenting adalah fungsinya. Setelah itu muncul pendapat lagi jika perencanaan tidak diperlukan lagi karena membuat masyarakat tidak bekembang. Hingga pada akhirnya muncul istilah participatory planning (perencanaan partisipatif) yang sekarang latah diucapkan oleh orang yang jago atau sekedar sok jago.

Kembali ke Inggris... Pada saat kemapanan Eropa, Inggris adalah negara super power dunia dengan revolusi industrinya yang terkenal. Revolusi industri ini telah merubah pola kota menjadi lebih bervariasi yaitu menempatkan pabrik di daeral sub-urban. Pada saat itu, engineering berkembang begitu pesat. Di zaman Ancient Greek, Roman Emperor, Kekhalifan Islam, sampai dengan medio Renaissance, science mendapatkan tempat yang tinggi. Namun science berkembang terus menuju engineering yang akan merubah dunia menjadi semakin cepat.

Di era inilah industri-industri mulai menguasai dunia dan muncullah soft-leader industry-private yang dikenal dengan nama industrial engineering (teknik industri) sebagai konsekuensi kebutuhan akan keteknikan industri diluar teknik metalurgi, mesin, fisika, dan kimia. Ceritanya akan berlanjut lagi dengan nostalgia teknik industri…

Bersambung