Monday, February 26, 2007

Corat-Coret 2 Minggu Ini

Sebenarnya saya ingin benar ke Bandung karena sudah lama tidak kesana (selain karena barang saya masih ada yang di Bandung), sekedar untuk berbagi cerita dan pengalaman serta silaturahmi. Akhirnya sabtu kemarin tidak jadi ke Bandung padahal sudah janji mau mengisi acara kawal PAA (maaf teman-teman PAA). Saya juga di-sms sama seorang teman saya untuk datang ke Bandung selasa ini: biar refreshing katanya sekalian kumpul-kumpul sama teman kungkow-kungkow di kemahasiswaan dulu. Kebetulan teman tersebut yang datang dari Bandung nengokin saya waktu pasca pembedahan (meski nengoknya juga ga sengaja), jadi kurang lebih dia tahu keadaan saya. Tapi, akhirnya saya tidak bisa datang juga (maaf lagi untuk teman saya). Mungkin, wisudaan ini? Mungkin. Soalnya teman saya yang diwisuda Maret ini juga ingin saya datang ke wisudaannya.

Saya dapat banyak cerita dari seorang teman saya yang sekarang kuliah di Malaysia, tentang bagaimana dosen disana selalu mendorong untuk PMA (positive mental attitude). Istilah ini sebenarnya sudah diperkenalkan oleh Steven Covey cuman baru sebatas teoritis di Indonesia. Intinya, setiap permasalahan itu dipandang positif. Sikap mental seseoranglah yang akan menentukan permasalahan itu akan terselesaikan atau tidak dengan kondisi mental seseorang. Yang terpenting dari PMA ini adalah ketika seseorang sedang menghadapi masalah, ia melihat bahwa ia harus merupakan bagian dari solusi betapapun beratnya permasalahan tersebut. Saya ingat betul apa yang dikatakan oleh Steven Covey bahwa buku-buku kepribadian sekarang telah salah kaprah dengan memberikan tips-tips untuk disenangi orang lain secara instan. Padahal yang dibutuhkan adalah merubah paradigma seseorang agar lebih memahami orang lain bahkan memahami anaknya (jika sudah punya anak). State-of-the-art nya adalah "merubah paradigma" dan bukan dengan menggunakan trik-trik instan.

Jika salah seorang teman saya membaca ini, masih ingat tentang kekecewaan: "kenapa bukan kita yang kepilih". Kekecewaan itu relatif tergantung manusia. Yang mutlak itu Allah karena Dialah yang Maha Adil. Dalam ilmu sosiologi: manusia itu cenderung egois (seperti salah satu tulisan saya di blog ini). Dalam ilmu komunikasi, trust (kepercayaan) adalah elemen terpenting dalam membangun social capital. Oleh karena mengapa kata al-amin begitu penting bagi Muhammad SAW. Menurut survey terhadap kriteria CEO-CEO tersukses di dunia akan didapat kata jujur dalam kriteria utama. Menurut Marc Gobe dalam 10 Commandments of Emotional Branding, honesty (kejujuran) perlu ditransformasi menjadi trust (kepercayaan).

Lain halnya dengan seorang teman saya yang sekarang kuliah di Belanda, kesan partamanya adalah dia kaget dengan beberapa "view" yang vulgar. Tapi ini cerita lain yang tidak ada hubungannya dengan topik ini. Semoga saja dia bisa menyelesaikannya sampai akhir studi (Juli 2007).

Ditulis saat seorang teman beruneg-uneg tentang penatnya masalah yang ada

Thursday, February 08, 2007

Bandung, Jumat 13 Oktober 2005, Jam 20.00 WIB Keatas

Malam itu, tepatnya malam sabtu, tampak bersahabat. Bintang pun tidak malu-malu untuk tersenyum apalagi bersinar. Kususuri jalan kopo Soreang yang biasanya di siang hari ramai dan macet, sekarang tampak sangat lengang dan kondusif. Hanya tampak lelampuan perumahan dan toko yang saling bercengkrama dengan redupnya lampu jalan. Aaah... ternyata Soreang tidak semuram di siang hari. Jalan yang sepi ini membuat perjalanan enggan untuk melewati Jalan Tol Kopo sehingga setelah sekian menit kutempuh, kutemui kenangan pusat Kota Bandung tempo dulu. Yah, apalagi kalau bukan kawasan alun-alun yang sekarang tampak berbeda. Siapa pun tahu, bila BIP (Bandung Indah Plaza) merupakan trigger bagi tumbuhkembangnya mall-mall di Kota Bandung seperti BEC, Istana Plaza, Planet Dago, dll sampe Ciwalk yang kesohor itu (meskipun aku sendiri belum pernah kesana meskipun untuk sekedar bersilaturahmi). Ingat perkataan seorang penduduk Cihampelas belum lama ini: "Ciwalk itu dulu kebon yang ada pabrik makanannya yang digunakan juga untuk makanan waktu perang...".

Semua pasti tahu, dengan tumbuhkembangnya mall-mall baru dengan BIP sebagai inisiatornya, kawasan alun-alun tidak mempunyai identitas lagi. Yang ada hanyalah keindahan kenangan masa lalunya saja.

Tepat di depanku, kulihat Masjid Agung yang telah banyak mengalami perubahan sehingga sekiranya Kota Bandung tidak mempunyai lagi apa yang disebut alun-alun. Heran, jendela mobilku terbuka, tapi tidak kudengar suaru gema ibadah shalat tarawih. Apa mungkin pikiranku melayang sehingga pendengaranku tersihir oleh indahnya kawasan alun-alun yang sepi dan tenang di malam hari. Yah, malam itu tampaknya kebanyakan penduduk sedang asyik beribadah di masjid maupun di rumah. Sedangkan aku, aku coba untuk beribadah yang lain dengan menikmati malam di kota lama.

Tidak jauh dari situ kutemui dan kususuri Jalan Banceuy kemudian ABC, Kebon Kawung, Dewi Sartika, dan jalan-jalan legendaris lainnya yang seringkali digosipkan oleh mahasiswa kita (Planologi), entah untuk belanja atau sekedar menjadi objekan mata kuliah seperti studio, rangkot, dsb.

Mengingat kawasan Dewi Sartika, membuka kenangan lamaku bersama teman-temanku di Rancang Kota (inget tidak friends =p ?). Di saat survey Rancang Kota dulu, hujanlah yang menyambut kita. Ah, cuman hujan air, paling basah saja. Sesi potret-potret dan hitung bangunan tampaknya jadi sesi utama kami. Kegiatan kami ditutup dengan sesi manaiki menara masjid agung yang mencapai puluhan lantai dan menakjubkan! dari menara itu hamparan Bandung sebagai daerah cekungan tampak begitu jelas dan mempesona. Bilamana, mungkin, Kota Bandung ditimpa cobaan, sungguh mudah untuk merendamnya dengan sekali guyur.

Ah, sudah cukup kenangan rangkot. Hmm... sekarang sampai Braga, jalan yang mempunyai nilai historis sangat tinggi dan sampai sekarang masih dilestarikan. Dahulu, jalan ini hanya boleh dipakai untuk pertokoaan kelontong. Sekarang, entahlah, aku menengok kekiri sudah tampak calon bangunan menjulang. Sepertinya calon apartemen nih. Seputar Braga sekarang pun tampaknya sekarang sudah dipenuhi dengan tempat-tampat hiburan sesaat yang "pufh" seringkali melenakan kita. Mengingat Braga berarti mengingat bahwa tempat ini pernah dipakai syuting video clip anak muda Jerman, yah kira-kira 5 tahun yang lalu. Entah sekarang si gondrong ini kemana tapi baunya sekarang sudah tidak ada sampai nama si artis ini pun sudah aku lupakan. Oia, Gill namanya.

Wastukencana, jalan dengan gaya transisi guna lahan kuno-modern, merupakan perpaduan sempurna atau istilah kerennya jembatan antara kota lama dengan kota baru. Sudah tampak gedung bank yang menjulang tinggi di samping jembatan. Di daerah ini (dari stasiun lama) aku pernah dikejar preman atau WTS ya =( jam 23an WIB. Memang dulu kereta dari Jakartanya baru sampai jam 23 dan aku iseng untuk melihat stasiun lama yang ternyata sudah ada "penunggunya".

Tugu sister city menandakan akan berakhirnya perjalanan di Wastu Kencana. Kumasuki Jalan Purnawarman, yang mencerminkan daerah transisi yang menawan dengan perumahan yang teratur dimadu oleh sang pepohonan rindang. Bangunan-bangunnya tampak bersih dan serasi dan juga tua; seperti asrama Sumatera Selatan yang tampaknya cocok menjadi lokasi uji nyali. Sebelah kanan tampak Holidy Inn yang menjulang angkuh meskipun tampak punggungnya saja.

Tidak terasa, sudah sampai Jalan Taman Sari yang senantiasa berubah. Di pojok sudah menanti BAA dengan segala keribetan administrasinya, di depan ada si jalan layang yang harusnya sejak era 80-an dibangun tapi selalu mengalami kendala politis dan keuangan.

Ah ah silau, di pojok sana ada Jalan Pelesiran yang malu-malu untuk menghadap si Badak Singa. Itulah lokasi kosku yang mencerminkan kegagalan tata ruang; dengan air tanah yang sudah tercampur air comberan.

Sebuah Kenangan- Saat Orang-Orang Sedang Shalat Tarawih