Saturday, December 23, 2006

Pada Umumnya Manusia Memang Cenderung Egois (Multi-Fragmen)

Siang itu, seperti biasa aktivitas penduduk berjalan normal, apalagi jam-jam sibuk seperti ini. Kendaraan beserta orang hilir mudik bergantian menampilkan potret kehidupan masyarakat kota yang tidak ada hentinya. Masyarakat yang katanya sangat sibuk, sangat pusing, dan sangat-sangat lainnya. Kebetulan pada hari itu, hari dimana manusia sedang hilir mudik, aku menjalankan rutinitasku untuk menjamah tempat-tempat terindah: kampus, kantor, dan sebagainya. Tentunya, angkot menjadi salah satu kendaraan yang selalu menungguku; atau mungkin juga sebaliknya, akulah yang menunggu angkot.

Penuh, pikirku seketika angkot itu menepi karena aku menyetopnya.

“Ya, kirinya digeser, bisa satu lagi”, kata si sopir seolah mengerti perasaanku.

Tidak ada yang bergeser. Semua penumpang diam seperti ada lem di bangkunya. Jika ada yang bergeser, itu adalah kedua bolah matanya yang secara spontan melihat sebuah ruang kosong tepat di pojok belakang angkot.

Alhamdulillah, aku bukan manusia cacat, aku pun masih muda. Berjalan berbungkuk sebentar sambil bergumul dengan lutut para penumpang menuju ruang kosong di pojok belakang itu bukan perkara sulit bagiku.

*************

Seminar, hari itu ada seminar di kampus. Seperti biasa, sebagai tempat ilmiah, kampus menampilkan kegiatan-kegiatan ilmiah di luar kuliah dan segala macam tetek-bengek praktikum. Tampaknya, tema seminarnya sangat menarik sehingga banyak orang yang hadir; kebanyakan mahasiswa. Setelah berbusa-busa memaparkan presentasinya, para pembicara seminar bersiap-siap menerima rentetan pertanyaan. Dimulai dengan termin pertama yang terdiri dari 3 pènanya. Pènanya pertamapun maju ke mikrofon terdekat dan dengan semangat berkata:

“Pak, melihat paparan Bapak saya merasa diingatkan tentang tulisan saya tentang manfaat energi alternatif. Dulu saya juga bersama teman-teman suka mengadakan diskusi rutin.”

“Hmmm, kalau yang saya tahu, pemanfaatan energi alternatif di Indonesia itu baru mau digalakkan dan dengar-dengar Cina dan Jepang sudah siap bekerja sama.”

“Tetapi saya seringkali merasa trenyuh karena lingkungan di sekitar rumah saya kurang bisa memanfaatkan sampah. Padahal kalau diolah dengan baik, sampah pun bisa menjadi energi alternatif. Jadi sebenarnya pemerintah juga harus membangun kesadaran masyarakatnya selain kerja sama dengan negara lain.”

“Oia, saya penggemar bapak lho, dan tadi saya sangat kagum dengan presentasinya. Karena itu, saya rela bolos kuliah. Sekian saja Pak, makasih.”

“Dik dik, namanya siapa? Pertanyaannya apa?”, ujar sang MC yang ada di depan hadirin.

“Oo, eh iya ya. Nama saya Sandi dari Matematika. Pertanyaannya, hmmm....apa pendapat Bapak tentang peluang pengembangan energi alternatif di Indonesia.”, sahut si pènanya dengan lèmpèngnya.

Tampaknya si pènanya berbicara pada dirinya sendiri sehingga ia lupa akan esensi bertanya bahkan content pertanyaannya.

*************

Di ruang rapat yang ber-AC. Meskipun ber-AC tampaknya udara Jakarta yang sudah sesak dan panas ditambah kemarahan para knalpot kendaraan memberikan efek buruk pada ruang rapat ber-AC di sore hari. Meski sudah diisi dengan nasi, tetap saja, suasana pasca siang dan keiinginan untuk segera pulang semakin membuat ruangan bertambah panas. Kebetulan bosku ada rapat penting dengan gubernur dari Sumatera dan sekali lagi aku ditugaskan sebagai asisten sorot*. Hari ini topiknya koordinasi dan pembangunan wilayah pesisir di Sumatera. Satu per satu gubernur menampilkan presentasi wilayahnya. Entah hanya ada dalam pikiranku atau memang hanya halusinasiku, tampaknya para gubernur hanya berkonsentrasi saat presentasinya saja; adapun, saat mendengarkan presentasi lainnya seperti menahan rasa kantuk yang sangat.

“Dik, tolong gambar yang tadi ditampilkan kembali. Bukan, bukan yang itu, itu loh yang ada gambar Pulau Karimun Kepulauan Riau. Ya, yang itu.”, seorang asisten gubernur memintaku untuk mencari-cari gambar yang sesuai.

Akhirnya rapat ini selesai, dan tampaknya memang tidak ada yang mencatat. Tiba-tiba seperti pemboman Hiroshima dan Nagasaki dengan sekonyong-konyong para asisten gubernur menyodorkan flashdisk kepadaku.

“Dik, tolong ya kopikan file-file presentasi tadi biar bisa dipelajari sama kami.”, ujar salah seorang asisten gubernur.

Satu per satu aku masukkan file-file presentasi tadi ke dalam flashdisk.

“Maaf pak, flashdisk Bapak penuh. Tampaknya ada yang perlu dihapus”, ujarku pada salah seorang asisten gubernur.

“Wah, ga bisa ada yang dihapus. Ya sudah, ga apa-apa, seadanya saja”, sahut si asisten tanpa wajah menyesal.

Aku kembali ke ruangan dan di sana masih ada seorang office boy, Maman namanya.

“Pak, ini minumannya, Bapak kelihatan sangat lelah”, ujar Pak Maman seraya menyodorkan segelas air putih padaku.

“Makasih pak, Bapak belum pulang?”, tanyaku padanya

“Belum, menunggu Bapak rapat.”, jawabnya dengan santun

“Makasih ya Pak, maaf merepotkan. Bapak pulang saja duluan, saya mau shalat asar dahulu dan masih ada beberapa hal yang harus saya bereskan”, sahutku menimpali.

Hufff, lelah. Hmm, tapi ternyata masih ada orang yang tidak egois.

*************

Makan malam yang nikmat meskipun tampaknya sudah dimasak empat jam yang lalu. Seperti biasa aku makan malam di rumah dan seperti biasa sampai rumah saat kebanyakan orang sudah mulai tertidur.

“Aaaa, ajarin Ade PR Bahasa Inggris ya. Ade ga ngerti nih. PR nya sulit. Bisa ya ntar habis makan”, pinta adikku.

“De, Aa capek, bisa kerjain sendiri ya”, jawabku sèkènanya

Ternyata aku pun manusia yang egois.

*asisten sorot: bertugas mengoperasikan laptop dan LCD dalam rapat khususnya saat presentasi

Pojok Jabodetabek

7 comments:

amircool said...

menarik, teretama anak matematika yang berbicara dengan dirinya sendiri dan kelihatan sangat pintar, apakah gayanya sama dengan penampilannya?
Mungkin mental kita seperti itu ya, tidak suka mendengarkan orang lain, aku sentris banget, pura-pura ngambil data setelah presentasi, padahal paling juga ga dibaca, cuma jadi arsip saja. Jadi ingat dengan hardisk ku yang berisi ribuan lagu dan sedikti yang didengarkan [tuh kan... aku sentris banget]

agung said...

You just have to look deeply and clearly.. To the bottom of every heart. Of course, judging "niat" is will never be our right, right? =D

Pipit said...

mmm...

rapatnya ama pejabat2 tua sih ??
(loh...gak nyambung..:p)

Margaretha Christiany said...

selama masih bernama manusia, rasa egois itu pasti ada. bukan pembenaran, hanya sekedar fakta. yang bisa kita lakukan cuman berserah sama Tuhan, karena cuman Dia yang bisa ubahkan kita...

Dedy W Hamidy said...

Mmmm...
Aku masih percaya kalo manusia itu pada dasarnya baik (dalam segala hal), tapi lingkungan memaksanya untuk berubah.

Rachmawati said...

is this your own life story?
or a kind of short [imagination] story?

pupuk organik said...

pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik